Minggu, 28 Maret 2010

Kemitraan Dunia Usaha Melalui Program CSR


Oleh: Ernie Sule
Konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) yang dikemukakan H. R. Bowen (1953), muncul sebagai akibat karakter perusahaan yang mencari keuntungan tanpa memerdulikan kesejahteraan karyawan, masyarakat, dan lingkungan. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang disahkan 20 Juli 2007 menandai babak baru pengaturan CSR di negeri ini.

Negara Lemah, CSR Menguat

Milton Friedman, sang ekonom pemenang Hadiah Nobel, mencibir segala upaya yang menjadikan perusahaan sebagai alat tujuan sosial. Tujuan korporasi, menurutnya, hanyalah menghasilkan keuntungan ekonomis buat pemegang sahamnya.

Jika korporasi memberikan sebagian keuntungannya bagi masyarakat dan lingkungan, maka dia telah menyalahi kit’ah nya, begitu tambah Joel Bakan dalam bukunya, The Corporation. Apapun cara akan dipakai korporasi untuk mencari laba setinggi-tingginya. Demikian pula saat mereka melahirkan ide Corporate Social Responsibility – atau CSR, sebagai penguat citra, tujuannya tentu tak jauh-jauh, menangguk untung sebesar-besarnya. 

Menggagas Standar Audit Program CSR

Dewasa ini, para pemimpin perusahaan menghadapi tugas yang menantang dalam menerapkan standar-standar etis terhadap praktik bisnis yang bertanggungjawab. Survey Pricewaterhouse Coopers (PwC) terhadap 750 Chief Executive Officers menunjukkan bahwa peningkatan tekanan untuk menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR) menempati ranking kedua dari tantangan-tantangan bisnis paling penting di tahun 2000 (Morimoto, Ash dan Hope, 2004).

CSR Pertamina Rp120 Miliar

PT Pertamina (Persero) pada tahun 2009 menyiapkan dana Rp120 miliar untuk program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan pendidikan, kesehatan, pelestarian lingkungan, perbaikan infrastruktur maupun bantuan untuk korban bencana alam.

Menurut Manajer CSR Pertamina Rusi Sastiawan, pihaknya berusaha agar dana CSR tersebut bisa tersalurkan secara maksimal, melalui program yang berkelanjutan dan program insidentil.

CSR untuk Masa Depan Bangsa dan Dunia

Pengantar

Perusahaan mengejar laba memang sudah menjadi wataknya. Tetapi jika kemudian sebuah perusahaan juga ikut repot-repot melibatkan diri dalam suatu gerakan mencerdaskan bangsa melalui pemberian bantuan beasiswa, bukan berarti mereka sedang tidak butuh laba.

Perusahaan tersebut justru sedang mengejar laba yang sebenarnya, yang bukan sekedar selisih positif antara modal usaha dengan hasil usahanya, tetapi citra positif di mata publik yang bisa menjamin eksistensi dan kelangsungan usahanya. Laba yang semacam inilah yang belum banyak dipahami para pemilik perusahaan dan pengelola usahanya. Jika diibaratkan seperti orang yang bersedekah, maka tidak ada ceritanya perusahaan yang menjadi bangkrut karena bersedekah. Oleh karena itu patut didukung upaya-upaya dari dunia usaha yang melakukan “sedekah” melalui apa yang dinamakan corporate social responsibility (CSR). Ada beberapa pertanyaan yang bisa diajukan di sini, yakni apa itu CSR, mengapa perlu melakukan CSR, apa signifikansinya CSR di bidang pendidikan, dan mengapa sebaiknya bermitra?

CSR Bantu Perusahaan Tetap Hidup

CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada.
Contoh bentuk tanggungjawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada. 

Mengintip CSR di Indonesia

Polemik meruyak di sejumlah milis beberapa waktu lalu. Pemicunya, ada perusahaan kamera yang mendonasikan produknya ke sebuah lembaga ketahanan nasional.

Dalam press release perusahaan itu disebutkan bahwa sumbangan tersebut merupakan aktivitas Corporate Social Responsilibity (CSR). Klaim itu rupanya menuai banyak tanggapan, yang intinya mengatakan kegiatan tersebut tak layak disebut CSR atau CSR yang salah.