Minggu, 28 Maret 2010

CSR untuk Masa Depan Bangsa dan Dunia

Pengantar

Perusahaan mengejar laba memang sudah menjadi wataknya. Tetapi jika kemudian sebuah perusahaan juga ikut repot-repot melibatkan diri dalam suatu gerakan mencerdaskan bangsa melalui pemberian bantuan beasiswa, bukan berarti mereka sedang tidak butuh laba.

Perusahaan tersebut justru sedang mengejar laba yang sebenarnya, yang bukan sekedar selisih positif antara modal usaha dengan hasil usahanya, tetapi citra positif di mata publik yang bisa menjamin eksistensi dan kelangsungan usahanya. Laba yang semacam inilah yang belum banyak dipahami para pemilik perusahaan dan pengelola usahanya. Jika diibaratkan seperti orang yang bersedekah, maka tidak ada ceritanya perusahaan yang menjadi bangkrut karena bersedekah. Oleh karena itu patut didukung upaya-upaya dari dunia usaha yang melakukan “sedekah” melalui apa yang dinamakan corporate social responsibility (CSR). Ada beberapa pertanyaan yang bisa diajukan di sini, yakni apa itu CSR, mengapa perlu melakukan CSR, apa signifikansinya CSR di bidang pendidikan, dan mengapa sebaiknya bermitra?



Apa itu CSR?

Tidak ada pengertian tunggal mengenai konsep CSR tersebut. Akan tetapi setidaknya bisa diartikan bahwa CSR merupakan komitmen dari dunia usaha untuk menyumbang bagi pembangunan yang berkelanjutan, melalui bekerja dengan kalangan pekerjanya serta perwakilannya, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk memperbaiki kualitas hidup sehingga tidak hanya menguntungkan bagi kepentingan bisnis mereka tetapi juga bagi kepentingan pembangunan.
Bentuk-bentuk kegiatan CSR sangat beragam, dari bentuknya yang paling sederhana seperti kegiatan karitatif yang sekedar memberikan bantuan uang atau barang langsung pulang hingga pada program yang komprehensif yang ditujukan kepada suatu komunitas atau masyarakat yang bersifat memberdayakan dan memerlukan perencanaan yang matang yang disertai monitoring dan evaluasi yang ketat. Program tersebut biasanya memakan waktu relative lama atau tahunan. Selain itu CSR juga bisa dimulai secara internal yang hanya mencakup karyawan beserta keluarganya seperti fasilitas kerja di atas standar, ruang perawatan bayi, beasiswa kepada anak-anak karyawan, dll. hingga yang bersifat eksternal yang ditujukan kepada komunitas atau masyarakat luas.
Meskipun belum ada peraturan khusus yang mewajibkannya, kecuali bagi BUMN-BUMN, tetapi bagi perusahaan yang menyadarinya mereka tidak perlu menunggu adanya peraturan yang mewajibkannya. Karena CSR ini sebetulnya menyangkut kepentingan mereka sendiri di mata masyarakat. Selama ini secara tradisional merupakan hal yang wajar jika ada perusahaan-perusahaan yang memberikan sumbangan kepada panti-panti sosial atau korban bencana dan hal itu banyak dilakukan. Akan tetapi yang menjadikan kegiatan tersebut sebagai strategi perusahaan, masih sangat terbatas. Begitu pula dari segi pola pemberian bantuan belum banyak yang mengarah pada pola yang terprogram yang bertujuan untuk memberdayakan kelompok sasarannya atau membuka akses terhadap pelayanan publik.
Mengapa muncul CSR ?

Menurut Dr. David C. Korten, professor di Sekolah Bisnis Harvard, dunia bisnis selama setengah abad terakhir telah menjelma menjadi institusi paling berkuasa di atas planet ini. “Institusi yang dominan, di masyarakat mana pun, harus mengambil tanggungjawab untuk kepentingan bersama… Setiap keputusan yang dibuat, setiap tindakan yang diambil, haruslah dilihat dalam kerangka tanggungjawab tersebut,” tandasnya. Apa yang dilukiskan Korten, sebetulnya sejak lama telah menjadi kesadaran bersama di banyak negara tentang betapa potensialnya pengaruh sepak terjang perusahaan atas masyarakatnya. Kekuasaan terpusat di tangan korporasi bisnis modern semakin memperlihatkan bahwa setiap tindakan yang diambil korporasi membawa dampak yang nyata terhadap kualitas kehidupan manusia – terhadap individu, masyarakat, dan seluruh kehidupan di bumi ini. Antara lain dari fenomena inilah kemudian muncul wacana tanggungjawab social perusahaan atau CSR.
Gagasan CSR menekankan bahwa tanggungjawab perusahaan bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi (menciptakan profit demi kelangsungan usaha), melainkan juga tanggungjawab social dan lingkungan. Dasar pemikirannya, menggantungkan semata-mata pada kesehatan financial tidaklah menjamin perusahaan akan tumbuh secara berkelanjutan. Di berbagai tempat, kenyataan berkali-keli memperlihatkan, perusahaan yang hanya mau mengeruk keuntungan financial serta mengabaikan tanggungjawab social dan lingkungan, bukan saja mendapat tentangan dari warga masyarakat sekitar, tetapi juga tekanan dahsyat dari LSM-LSM yang sepak terjangnya tak mengenal batas wilayah negara.
Tekanan dari stakeholder (pemangku kepentingan) terhadap perusahaan untuk menerapkan progam CSR semakin gencar. Yang menggembirakan, selama beberapa tahun terakhir semakin banyak korporasi yang mulai sadar bahwa menerapkan CSR merupakan investasi yang baik untuk pertumbuhan dan keberlanjutan bisnis mereka. Artinya, CSR bukan lagi dilihat sebagai sentra biaya (cost centre) melainkan sentra laba (profit centre) di masa mendatang.
CSR di Bidang Pendidikan

Pilihan program CSR di Indonesia sangatlah beragam, hal itu disesuaikan dengan permasalahan yang muncul di masyarakat dan tentunya pertimbangan dari perusahaan yang menerapkan program CSR itu sendiri. Salah satunya adalah CSR pada bidang pendidikan, yang merupakan salah satu hak dan kebutuhan anak Indonesia. Pertimbangannya adalah anak Indonesia adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa Indonesia yang memiliki peran strategis dalam kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa mendatang. Mereka tidak hanya merupakan masa depan bangsa, tetapi juga masa kini dari bangsa Indonesia.
Agar setiap anak Indonesia kelak mampu memikul tanggungjawab masa depan bangsa Indonesia, dan agar generasi sekarang bangsa Indonesia mendukung pencapaian cita-cita masa depan Indonesia, maka setiap anak tanpa terkecuali harus terlindungi dan terpenuhi segala yang menjadi haknya, seperti hak untuk hidup, tumbuh dan berkembang, terlindungi dari segala perlakuan salah, serta hak untuk mengeluarkan pendapatnya dan didengarkan suaranya.
Dalam kenyataan kita melihat jutaan anak Indonesia berada dalam kondisi terpuruk dan butuh tindakan penyelamatan segera dan berkelanjutan. Hak-hak mereka banyak dilanggar dan tidak terlindungi atau terpenuhi, salah satunya adalah hak untuk memperoleh pendidikan, seperti yang sudah ditegaskan dalam UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak pasal 9 ayat 1: Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Data yang ada menunjukkan betapa berat masalah pendidikan yang dihadapi Negara Indonesia, seperti yang terlihat dalam table berikut.  

PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
1. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Data tahun 2001, dari 26,2 juta anak usia 0-6 tahun baru sekitar 7,3 juta anak (28%) yang telah menerima PAUD
2. Angka Partisipasi Data tahun 2001/2002, masih ada 25,7% anak usia 13-15 tahun yang belum mendapatkan layanan pendidikan SMP/MTs
3. Angka Mengulang Kelas Data tahun 2001/2002, tingkat SD mencapai 5,4%, tingkat SMP/MTs 0,44%
4. Angka Putus Sekolah Data tahun 2001/2002, sebesar 2,66% untuk tingkat SD/MI
5. Angka Kelulusan Data tahun 2001/2002, sebesar 97% untuk SD/MI dan 95% untuk SMP/MTs
6. Angka Melanjutkan Data tahun 2001/2002, sebesar 70,5% untuk lulusan yang melanjutkan ke tingkat SMP/MTs
7. Kondisi Gedung Sekolah Hingga tahun 2002, gedung SD/MI yang berada dalam kondisi baik hanya 42,8%, selebihnya rusak berat dan ringan. Untuk SMP, sekitar 85,8% dalam kondisi baik

Sumber : PNBAI 2015, 2004  

CSR dan Kemitraan

Sedemikian buruknya kondisi pendidikan yang menjadi hak dan kebutuhan anak Indonesia ini, sehingga tidak cukup hanya pemerintah saja yang bisa melindunginya. Begitu juga jika pihak korporasi ingin melibatkan diri dalam mengatasi masalah tersebut, mereka tidak cukup dengan bergerak sendiri. Keterlibatan semua pihak tersebut, meskipun bisa dilakukan secara sendiri-sendiri, namun akan lebih efektif jika dilakukan secara bersama-sama dalam sebuah bentuk kerjasama.
Untuk itu kemitraan antar berbagai pihak, yakni para pemangku kepentingan (stakeholders) menjadi sangat penting dalam upaya kemanusiaan yang sekaligus upaya kebangsaan ini. Salah satunya adalah kemitraan dalam bidang pendidikan, seperti yang dilakukan oleh Indofood/Kalbe Farma/Agung Auto Mall/Bank Niaga dengan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) yang didukung oleh instansi pemerintah terkait yakni Departemen Pendidikan Nasional beserta seluruh jajarannya.
Pentingnya kemitraan tercermin dalam pendekatan yang dipakai dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), yakni :
(1) Pendekatan holistik,
(2) Hubungan yang sinergistik dan
(3) Pendekatan multi-stakeholder antara pemerintah, dunia usaha dan civil society. Pendekatan holistik mensyaratkan pemahaman yang utuh terhadap suatu permasalahan, yang ditinjau dari berbagai sudut pandang, sehingga pemecahan masalah yang ditawarkan juga berdasarkan pada sudut-sudut pandang tersebut. Hubungan yang sinergistik juga memberi arti bahwa sumberdaya-sumberdya yang dimiliki dan upaya-upaya yang dilakukan untuk menjawab permasalahan tidak terpisah satu sama lain melainkan saling memperkuat satu sama lain. Kedua pendekatan tersebut dalam implementasinya terlihat dalam pendekatan multi-stakeholder antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat sipil. Sedangkan dalam deklarasi Dunia yang Layak bagi Anak, pentingnya kemitraan juga dibahas tersendiri dalam bab III Rencana Aksi, khususnya mengenai Kemitraan dan Partisipasi, yakni pada : - butir
(5): LSM dan organisasi-organisasi kemasyarakatan akan dibantu dalam pekerjaannya dam harus disusun mekanismenya, di mana perlu, untuk mempermudah partisipasi masyarakat madani dalam hal-hal yang menyangkut anak-anak. Para pelaku masyarakat madani memiliki peran khusus dalam meningkatkan dan mendukung perilaku positif serta menciptakan suatu lingkungan yang kondusif bagi kesejahteraan anak; - butir
(6): sektor swasta dan badan-badan usaha punya keharusan memberikan sumbangan khusus, mulai dari penggunaan dan ketaatan pada praktek-praktek yang memperlihatkan tanggungjawab sosial guna menyediakan sumberdaya, termasuk sumber-sumber pembiayaan inovatif dan perbaikan masyarakat yang bermanfaat bagi anak-anak.  
Penutup

Program Peduli Pendidikan yang merupakan program CSR dari .... yang dilakukan secara kemitraan ini bukan saja merupakan usaha yang mulia seperti usaha kedermawanan yang lain, tetapi ternyata juga memiliki dasar pertimbangan yang kontekstual baik di tingkat nasional yakni demi meningkatkan kualitas pendidikan anak untuk masa depan bangsa, maupun di tingkat internasional yakni, yakni demi tercapainya Tujuan Pembangunan Milenium.

Sumber:
Setiadi Agus A, pemerhati masalah CSR
http://www.ykai.net/index.php?view=article&id=103%3Acsr-untuk-masa-depan-bangsa-dan-dunia-&option=com_content&Itemid=121


Tidak ada komentar:

Posting Komentar