Minggu, 28 Maret 2010

Pahami Komunitas Penuhi CSR

Oleh A.B. Susanto – Jakarta Consulting Group
CSR telah masuk dalam undang-undang mengenai PT. Walaupun PP mengenai pelaksanaannya belum juga rampung, tetapi akan mengikat perusahan untuk menata kegiatannya mengenai CSR. Perusahaan dihadapkan dengan dua kemungkinan: melaksanakan CSR ala kadarnya sekadar untuk memenuhi amanat UU, atau menjalankan upaya CSR yang serius untuk menarik manfaatnya. Salah satu manfaat nyata adalah sertifikasi ISO 26000 tentang CSR, yang rencananya dirilis tahun depan.



Tampaknya apa yang tercantum dalam UU, masih menggunakan konsep CSR yang lebih sempit ketimbang apa yang dimaksud dalam ISO 26000, yang cakupannya lebih luas dan merujuk pada definisi mutakhir mengenai CSR. Dalam definisi genre terbaru, CSR setidaknya mencakup empat aspek NSWE (natural, social, welfare, environment). Dalam ISO 26000 terdapat tujuh inti subyek CSR, yaitu Organizational governance, hak asasi manusia, praktik ketenagakerjaan, lingkungan, fair operating practice, isu konsumen dan pengembangan dan pelibatan komunitas.

Dalam UU, definisi CSR tampak lebih menitikberatkan pengembangan komunitas, terkait dengan perusahaan yang bersangkutan dengan sumber daya alam. Memang komunitas sekitar merupakan pemangku kepentingan primer, karena mereka merupakan kelompok yang terdampak langsung dari aktivitas perusahaan.
Memahami komunitas

Kenyataannya, tidak setiap aktivitas CSR disambut hangat komunitas sekitar. Banyak yang dengan sinis mengatakan bahwa alih-alih membantu, perusahaan justru menyusahkan masyarakat.
Hal ini sering kali berakar dari kegagalan perusahaan memahami karakteristik yang dimiliki sebuah komunitas. Padahal, pemahaman ini penting agar aktivitas CSR yang dijalankan tepat sasaran sehingga efektivitas terjaga. Komunitas yang berbeda sudah tentu mensyaratkan pola pendekatan yang berbeda. Setiap komunitas mempunyai ekspektasi dan pola hubungan sosial yang khas.

Namun, secara umum kita dapat memilah menjadi tiga kelompok: pramodern, modern, dan pascamodern. Komunitas pramodern adalah komunitas yang masih memegang teguh etika, tata cara, tradisi dan kebiasaan lama yang telah berlangsung turun-temurun.

Komunitas pramodern ini masih banyak dijumpai, terutama di wilayah-wilayah yang terisolasi dan belum tersentuh peradaban modern. Bila ingin menjadikan kelompok ini sebagai sasaran aktivitas CSR, perusahaan terlebih dahulu harus memahami nilai-nilai serta tradisi yang mereka praktikkan. Bila tidak, akan muncul protes dan sikap-sikap permusuhan.

Kelompok kedua, komunitas modern, telah lebih rasional dalam mempertimbangkan sesuatu. Peranan ilmu pengetahuan dan paham individualisme semakin meningkat, termasuk kesadaran bahwa setiap orang memiliki kebebasan dan tanggung jawab dalam menentukan nasib sendiri. Kelompok ini bersifat birokratis, ditandai aneka peraturan-peraturan kemasyarakatan dan ketergantungan pada seorang "ahli" sebagai pemimpin.

Sementara dalam komunitas pascamodern, individualisme semakin menonjol. Setiap orang memiliki privasi, sehingga komunikasi antaranggota tidak seintensif seperti dua kelompok sebelumnya. Persaingan menjadi tak terhindarkan. Agar mampu bersaing, setiap orang berlomba-lomba mengejar kesempatan meningkatkan pendidikan, keterampilan, dan jejaring. Setiap pemecahan masalah menjadi subjektif dan relatif, dalam arti setiap orang akan memiliki sudut pandang masing-masing. Apa yang dianggap baik bagi seseorang boleh jadi dianggap buruk bagi orang lain. Dengan kata lain, etika sifatnya lebih situasional. Kekuasaan dipegang oleh mereka yang memiliki jejaring luas serta mampu mengatasi ketidakpastian.

Perusahaan harus memastikan ke dalam kelompok manakah komunitas yang akan menjadi sasaran aktivitas tanggung jawab sosialnya. Sebagai contoh, memberi bantuan uang tunai demi membantu komunitas pramodern di daerah terpencil boleh jadi tidak terlalu efektif, mengingat mereka merasa belum memerlukan fasilitas modern yang biasa dimiliki masyarakat perkotaan. Barangkali yang lebih cocok adalah membangun sistem pengairan sederhana.

Pada komunitas modern, boleh jadi yang lebih sesuai adalah aktivitas dalam bidang pendidikan. Hal ini karena masyarakat semakin sadar akan pentingnya pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup mereka. Dalam komunitas ini, perusahaan dapat memberikan bantuan bagi lembaga pendidikan atau para peserta didik.

Untuk komunitas pascamodern, pengaruh globalisasi sangat kuat. Keterikatan dengan nilai-nilai serta tradisi yang sifatnya turun-temurun makin melemah. Beragam nilai masuk ke dalam komunitas sebagai hasil kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini memunculkan aneka sudut pandang terhadap berbagai masalah dan situasi yang terjadi di masyarakat. Situasi seperti ini mengharuskan perusahaan menentukan skala prioritas.
Kasus HeidelbergCement yang beroperasi di Rumania dapat menjadi pelajaran pentingnya pemahaman terhadap komunitas yang menjadi sasaran aktivitas CSR. HeidelbergCement adalah salah satu produsen semen terbesar di dunia yang bermarkas di Heidelberg, Jerman yang juga masuk ke Indonesia melalui Indocement.

Aktivitas CSR HeidelbergCement di Rumania berfokus pada tiga hal, yakni perbaikan kawasan perkotaan di Rumania, penyediaan bahan bangunan dan bantuan keuangan bagi komunitas lokal, dan penyediaan bahan bangunan bagi kawasan yang tertimpa bencana.

Namun, aktivitas tersebut kurang mendapat sambutan hangat. Apa yang dilakukan kurang sesuai dengan ekspektasi masyarakat Rumania, yang menurut hasil sebuah penelitian lebih peduli pada masalah inflasi, pengangguran, pertanian dan bantuan bagi masyarakat perdesaan, korupsi, tunjangan sosial bagi warga lanjut usia, dan kenakalan remaja. Reputasi perusahaan bahkan tercoreng dengan terbongkarnya praktik pengaturan harga ilegal.

Pemahaman yang tepat mengenai komunitas yang akan menjadi sasaran akan menjadikan aktivitas CSR bermanfaat, baik bagi komunitas yang dituju maupun bagi perusahaan sendiri.

Sumber :
Bisnis.Com, 7 Agustus 2009, dalam :
http://www.pertamina-ep.com/id/berita-terkini-dari-industri/2009/08/12/pahami-komunitas-penuhi-csr
12 Agustus 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar